Sabtu, 20 April 2013

Adab Bangun Malam (Tatacara Qiyaamul Lail)


ADAB BANGUN MALAM (TATACARA QIYAِAMUL LAIL)



بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Pada kesempatan ini, kita akan membahas tentang Tatacara Qiyaamul Lail atau Adab Bangun Malam. Kata “Qiyaam” dalam bahasa Arab, berasal dari kata: Qooma – Yaquumu – Qiyaaman, yang maknanya: “Bangun, jaga”. “Lail” artinya “Malam”.

Kalau bangun atau tidak tidur di siang hari, memang sudah menjadi Sunnatullooh. Karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an:

وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا . وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا

“Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” (QS. An Naba ayat 10-11)

Maknanya, malam itu diselimuti gelap, untuk istirahat. Sedangkan, siang adalah untuk bekerja mencari penghidupan.

Maka bila kita hendak mengikuti Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ketika sudah memasuki waktu ba’da Isya, beliau صلى الله عليه وسلم sudah tidak terima tamu. Artinya: ketika memasuki waktu ba’da Isya itu, beliau صلى الله عليه وسلم sudah tidak mau lagi mengurusi urusan duniawi atau orang lain.

Beliau صلى الله عليه وسلم ingin waktu malam itu sampai pagi harinya digunakan untuk beliau صلى الله عليه وسلم dengan Allooh سبحانه وتعالى. Bukan untuk tidur. Karena terbukti bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika selesai sholat Isya membagi-bagi waktunya untuk tidur, bangun, tidur, bangun. Sementara, kita sering malam begadang (untuk perkara yang sia-sia) dan siangnya tidur melulu. Sedangkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika malam hari, ada bangun dan ada tidur. Bahkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم setelah melakukan Sholatullail (Sholat malam), sebelum sholat Shubuh, beliau صلى الله عليه وسلم melakukan Al Id-tija’ (berbaring miring ke kanan) menunggu waktu Shubuh.

Selesai sholat Shubuh, beliau صلى الله عليه وسلم tidak tidur lagi, tetapi melakukan Sholat Syuruq, yaitu beliau berdiam di masjid, menunggu sampai dengan matahari terbit, setelah matahari terbit melakukan sholat Syuruq 2 roka’at, setelah itu pulang. Itulah yang dilakukan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Sekarang akan kita bahas sebagian apa-apa yang dilakukan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di malam hari.

Pada pagi dan petang hari, diantara yang beliau lakukan adalah: Melakukan do’a, misalnya:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَمْسَى قَالَ « أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ». قَالَ أُرَاهُ قَالَ فِيهِنَّ « لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوءِ الْكِبَرِ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِى النَّارِ وَعَذَابٍ فِى الْقَبْرِ ». وَإِذَا أَصْبَحَ قَالَ ذَلِكَ أَيْضًا « أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ

“Kami hidup di petang hari dan menjadi milik Allooh lah segala kerajaan dan segala puji hanya untuk Allooh. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allooh saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Segala kerajaan milik Allooh dan bagi-Nya segala puji dan Allooh Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allooh, aku memohon kepada-Mu kebaikan apa yang ada pada malam hari ini dan setelahnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang ada pada malam hari ini dan setelahnya. Ya Allooh, aku berlindung kepada-Mu dari malas, dan kejelekan usia lanjut. Ya Allooh, aku berlindung kepada-Mu dari adzab di dalam neraka maupun di dalam kubur.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7083)

Dan jika berada di pagi hari, beliau mengatakan, “Kami hidup di pagi hari dan pagi ini adalah milik Allooh.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7083, dari ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه)

Selanjutnya beliau berdo’a:

« اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا »

“Ya Allooh, berkahilah ummat ini di pagi harinya.” (Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 2608, dari Shokhr Al Ghoomidy رضي الله عنه)

Maka ketika pagi hari, tidak tidur lagi, tetapi sunnahnya adalah segera merancang, bergerak, untuk mencari rizqi yang Allooh سبحانه وتعالى jatahkan kepada kita pada hari itu. Bukan bermalas-malasan. Itulah bagian Sunnah dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Sekarang kita memasuki bahasan tentang Sunnah yang termasuk paling afdhol menurut beliau صلى الله عليه وسلم, karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

« أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ »

“Sholat yang paling afdhol setelah sholat fardhu adalah sholat di tengah kegelapan malam. Shoum yang paling afdhol setelah Romadhoon adalah shoum pada bulan yang kalian sebut Muharrom.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 2813 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Maka pada kesempatan ini, insya Allooh ta’alaa, kita akan membahas mengenai perkara ranking kedua dari perkara yang paling afdhol menurut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى memberikan kemudahan kepada kita, untuk bukan saja membahas, melainkan juga menghidupkan dan melaksanakannya. Karena, sesungguhnya Qiyaamul Lail adalah banyak Ibroh dan Hikmah-nya.

Tidak sedikit kaum muslimin yang melakukan Qiyaamul Lail hanya ketika ia mempunyai kebutuhan saja. Ketika ia butuh, ia bangun malam; tetapi ketika merasa tidak butuh, ia tidak mau bangun malam. Atau karena lagi mood (ingin) saja, kalau tidak mood, maka ia tidak bangun malam. Mudah-mudahan kita tidak demikian, justru kita harus yakin bahwa Qiyaamul Lail adalah ibadah yang paling afdhol menurut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Dalam Sunnah ini, ketika kita akan melakukan Qiyaamul Lail, maka kita tidak kurang dari 16 poin yang penting untuk kita lakukan. Ketika kita hendak melakukan Qiyaamul Lail, hendaknya:

1. Ikhlas, Lillaahi Ta’alaa

Karena kita tahu bahwa Qiyaamul Lail adalah ibadah. Karena ibadah, maka harus dalam keadaan ikhlas, tulus karena Allooh سبحانه وتعالى. Bangun malam hanya karena Allooh سبحانه وتعالى, bukan karena ingin naik pangkat, bukan karena ingin duniawi dll. Bangun malam karena memang betul-betul kita butuh untuk mengadu, ber-kholwat dan untuk ber-munajat kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Orang sering mempermasalahkan gersangnya kehidupan keluarga, akibat kurang intensnya hubungan antar individu dalam keluarga itu. Kalau anak kurang hubungan dengan orangtua, maka akan terjadi kebuasan (wahsyah) atau jarak antar anak dengan orangtua, kurang lagi harmonis. Demikian pula, hubungan antar suami dan istri yang tidak begitu intens dan tidak begitu harmonis, akan terjadi gap (jurang pemisah) sehingga mudah terjadi salah paham, dsb. Jadi hubungan antar manusia saja harus dijaga, maka demikian pula hubungan antara hamba dengan Penciptanya. Bagaimana kita bisa merasakan hubungan yang dekat, yang menyambung, bahwa kita betul-betul mempunyai tempat bergantung, mempunyai Robbul ‘Aalamiin, Penguasa seluruh alam semesta, yakni Allooh سبحانه وتعالى, kalau kita tidak merajut hubungan baik dengan Allooh سبحانه وتعالى. Cara menyusun semuanya itu ialah dengan Qiyaamul Lail dengan ikhlas. Disamping itu memang sunnah, juga merupakan kebutuhan.

2. Jangan mengkhususkan pada malam Jum’at saja

Qiyaamul Lail jangan dikhususkan hanya pada malam Jum’at saja, atau pada malam yang kita butuh saja. Singkatnya, jangan Qiyaamul Lail (Sholat malam) hanya ketika kita butuh saja. Ketika tidak butuh, lalu tidak sholat malam.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim, dari Abu Hurairohرضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

لا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ولا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الأيام

“Jangan kalian khususkan Qiyaamul Lail pada malam Jum’at dari malam-malam yang ada. Dan jangan khususkan hari Jum’at untuk shoum diantara hari-hari yang ada” (Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hibban no: 3612, dan Syaikh Syu’aib al Arnaa’uth berkata sanadnya shohiih).

Maksudnya, jangan hanya malam Jum’at saja melakukan Qiyaamul Lail, sementara pada malam-malam yang lain tidak melakukannya. Yang demikian itu, tidak lah sesuai sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bahkan bisa menjadi Bid’ah.

3. Hendaknya bersiwak sebelum Qiyaamul Lail

Di masyarakat kita, bersiwak adalah sikat gigi. Padahal, kalau mau, sesungguhnya siwak adalah sesuai dengan namanya. Siwak adalah dari pohon ‘Arok. Para ‘Ulama mendefinisikan bahwa siwak adalah pohon ‘Arok atau sejenisnya.

Bersiwak adalah Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Maka bila kita bersiwak adalah ibadah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Dalilnya adalah Hadits sebagai berikut:

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

“Jika salah seorang dari kalian bangun dan sholat pada malam hari, hendaknya ia bersiwak. Sebab, jika kalian membaca dalam sholatnya, maka malaikat meletakkan mulutnya pada mulutnya (orang yang membaca dalam sholat malam itu).”

Maksudnya, apa yang keluar (bau) dari mulut orang yang membaca dalam sholat malam itu akan langsung masuk ke mulut malaikat.

Dalam Hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim dari Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه, bahwa bila Rosuululloohصلى الله عليه وسلم bangun di malam hari, maka beliau صلى الله عليه وسلم menggosok-gosok gigi beliau dengan siwak. Maka kita jangan ketinggalan bahwa yang demikian itu bisa kita lakukan dengan menyikat gigi.

Ada hikmah dari bersiwak, karena dalam sabdanya, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjelaskan bahwa Hikmah dari bersiwak adalah akan mengundang ridho Allooh سبحانه وتعالى, dan akan men-sucikan gigi (mulut). Maka sikat-gigi lah apabila anda hendak sholat. Apalagi disebutkan dalam Hadits, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ

“Jikalau seandainya tidak akan memberatkan ummatku, maka aku wajibkan bersiwak ketika hendak sholat.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhory no: 887 dan Imaam Muslim no: 612, dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Hikmahnya lagi dari bersiwak adalah akan menghilangkan bau mulut.

4. Untuk Qiyaamul Lail, tidak usah ragu untuk membangunkan keluarga

Dalam Hadits, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى

“Semoga Allooh mengasih-sayangi seorang, yang ia bangun pada malam hari lalu sholat.”

Jadi bangunnya pada malam hari itu untuk sholat, bukan untuk yang lain. Maka sebenarnya, sholat berjama’ah laki-laki di rumah, ialah pada saat sholat malam. Suaminya menjadi imaam dan istrinya menjadi ma’mum. Itu yang benar. Tetapi untuk sholat fardhu yang lima waktu, maka tidak boleh laki-laki sholat berjama’ah di rumah. Karena laki-laki (suami) itu sholat fardhu berjama’ahnya adalah di masjid, bukan di rumah. Sedangkan wanita (istri) sholat fardhu-nya adalah di rumah, meskipun boleh juga wanita pergi ke masjid untuk ikut berjama’ah, selama tidak menimbulkan fitnah dan sudah atas izin mahromnya. Maka bagi seorang laki-laki, bila mendengar ada panggilan adzan, segera penuhilah panggilan itu untuk sholat fardhu berjama’ah di masjid, karena sholat fardhu bagi laki-laki adalah di masjid, bukan di rumah.

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ

“Semoga Allooh menyayangi seorang laki-laki ketika ia bangun di waktu malam untuk sholat, dia bangunkan istrinya dan jika menolak maka ia cipratkan air ke wajah (istri)nya.” Demikian sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Semoga Allooh mengasih-sayangi seorang wanita yang bangun di malam hari, lalu ia sholat lalu membangunkan suaminya. Dan bila suaminya enggan bangun, maka ia percikkan air ke wajahnya.” (Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1310 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Maka biasakan Anda berlaku demikian, karena yang demikian itu adalah gambaran keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah yang akan terwujud jika dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

5. Hendaknya sholat dua roka’at bersama keluarganya

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud, Imaam Hakim, Imaam Ibnu Hibban, dari Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

« مَنِ اسْتَيْقَظَ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ جَمِيعًا كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ »

“Barangsiapa yang bangun pada malam hari lalu ia bangunkan istrinya, lalu berdua dengan istrinya sholat dua roka’at dengan berjama’ah; maka keduanya Allooh akan catat pada malam itu sebagai orang-orang yang ingat pada Allooh dan orang yang berdzikir dengan dzikir yang banyak.” (Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1453 dari Abu Saa’id Al Khudry dan Abu Hurairoh رضي الله عنهما)

Dalam Hadits tersebut, ada kata-kata “sholat dua roka’at”, baik apakah dua roka’at itu dimaksudkan sebagai sholat malamnya ataukah sholat yang lain, tetapi pada intinya: Kalau suami-istri itu sholat dua roka’at saja, maka dua-duanya akan dicatat oleh Allooh سبحانه وتعالى termasuk sebagai orang yang banyak berdzikir kepada Allooh سبحانه وتعالى.

6. Bila hendak Qiyaamul Lail, hendaknya dibuka dengan sholat dua roka’at yang ringan

Namanya Sholat Pembuka. Atau sebagai warming-up. Mungkin masih mengantuk, maka hilangkan kantuk itu dengan sholat pembuka dua roka’at. Bacaannya pun dengan bacaan yang ringan. Roka’at pertama setelah Al Faatihah, membaca surat Al Kaafirun dan roka’at kedua setelah Al Faatihah, membaca surat Al Ikhlash.

Bila sudah dirasakan enak, istirahat sejenak, boleh juga minum, selanjutnya lakukan sholatullail (sholat malam) yang sesungguhnya.

Dalilnya:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّىَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ

“Dalam Hadits riwayat Imaam Muslim dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa bila Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bangun malam hari untuk sholat, maka beliau صلى الله عليه وسلم membuka sholatnya dengan dua roka’at ringan”. (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1842)

7. Bahwa sholat malam adalah dua-dua

Maksudnya, sholat malam itu roka’atnya dilaksanakan dua roka’at – dua roka’at. Yaitu dua roka’at salam, dua roka’at salam. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,

« صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى »

“Sholat malam itu dua-dua. Jika salah seorang dari kalian khawatir terlambat dengan sholat Shubuhnya, maka sholatlah satu roka’at witir atas sholat yang telah ia lakukan.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1782 dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه)

Maksudnya, kalau terdesak waktu Shubuh, sehingga khawatir tidak cukup waktunya, maka ketika sholat dua roka’at – dua roka’at itu, witirnya cukup satu roka’at.

Tetapi yang dinilai bukanlah banyaknya roka’at, melainkan kualitas sholatnya yang harus benar-benar dijaga. Setelah selesai sholat malam, masih ada waktu, maka boleh duduk-duduk membaca do’at, boleh membaca Al Qur’an. Dan diantara sholat dua-dua itu tidak ada keharusan segera bangkit lagi untuk melanjutkan sholatnya. Boleh disela dengan duduk-duduk, membaca tasbih dan sebagainya, barulah lalu bangkit lagi untuk melanjutkan ke roka’at roka’at berikutnya. Paling banyak totalnya adalah sebelas roka’at (sudah termasuk witir).

8. Bila mampu, hendaknya sholat malamnya dipanjangkan

Maksudnya, berdirinya di saat sholat malam tersebut adalah lama waktunya. Ada sunnahnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sabda beliau صلى الله عليه وسلم dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim dari Jaabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه:

« أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ »

“Sholat yang paling afdhol adalah sholat yang berdirinya panjang (lama)”. (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1804 dari Jaabir bin ‘Abdillaah رضي الله عنه)

Imaam An Nawawy mengartikan bahwa kalimat Al Qunut (berdiri) dalam hadits diatas adalah berdirinya lama.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا صَلَّى قَامَ حَتَّى تَفَطَّرَ رِجْلاَهُ قَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَصْنَعُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا

Diriwayatkan, kata ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sholat malam sampai kedua kakinya memar (bengkak). Maka kata ‘Aa’isyah رضي الله عنها:

“Ya Rosuulullooh, mengapa anda bersusah payah sedemikian rupa, bukankah Allooh telah mengampuni dosa-dosa anda yang lalu dan dosa-dosa anda yang akan datang?”

Maka jawab Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Justru kalau Allooh sudah mengampuni dosa-dosaku yang lalu dan dosa-dosaku yang akan datang, maka apakah tidak pantas kalau aku bersyukur kepada Allooh?” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7304)

9. Boleh dilakukan sholat malam itu dengan Jahr, boleh dengan Sirr

Maksudnya, sholat malam itu bisa dengan dikeraskan suarana (Jahr), boleh juga dengan suaru lembut atau lirih (Sirr). Boleh juga digabung, sekali-sekali dengan Jahr dan sekali-sekali dengan Sirr.

Dalam Hadits dikatakan bahwa ketika sholat malam, terkadang dengan suara keras, kadang dengan suara lembut.

10. Ketika sholat malam, boleh segera tidur, kalau tidak mampu untuk meneruskan

Dalam suatu Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

« إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ فَاسْتَعْجَمَ الْقُرْآنُ عَلَى لِسَانِهِ فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ فَلْيَضْطَجِعْ »

“Apabila salah seorang dari kalian sholat malam, lalu merasakan berat pada mulutnya dalam membaca Al Qur’an, sehingga tidak sadar apa yang dikatakannya maka.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1872 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Maksudnya, jangan dipaksakan, kalau sekiranya mengantuk sekali, jangan paksakan sholat malam. Semampu kita saja, misalnya dua roka’at saja cukup, lalu tidur lah. Esok tambah lagi dan seterusnya.

11. Bila sholat malam, tutuplah dengan sholat Witir

Penutup sholat malam adalah Witir. Dalam Hadits riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

« اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا »

“Jadikanlah sholat terakhirmu adalah sholat witir.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1791 dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه)

Maka bila anda hendak tidur dan terasa lelah sekali, dan kiranya sulit untuk bangun malam, maka hendaknya berwudhu lalu sholat Witir, walaupun hanya satu roka’at. Setelah itu barulah tidur. Intinya, jadikanlah sholat Witir sebagai penutup sholat di malam hari.

12. Hendaknya kita gigih mempertahankan sholat Witir

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يُوتِرُ عَلَى الْبَعِيرِ

Diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim, dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melakukan sholat Witir diatas unta. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 999 dan Imaam Muslim no: 1649).

Artinya sedang dalam mengendarai unta saja Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melakukan sholat Witir. Menunjukkan bahwa gigih sekali beliau صلى الله عليه وسلم untuk tidak meninggalkan sholat Witir.

Dalam Hadits lain, bahwa apabila sedang dalam keadaan safar, semua sholat Sunnah boleh ditinggalkan, tetapi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah meninggalkan dua sholat sunnah, yaitu Sholat Sunnah Fajar (Qobliyatul Shubuh) dan Sholat Witir.

Dalam Hadits diatas yang menyatakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sholat Witir diatas unta, maka para ‘Ulama menjadikan itu sebagai dasar hukum bahwa Sholat Sunnah boleh diatas kendaraan. Tetapi sholat fardhu, hukum asalnya tidak boleh diatas kendaraan.

Lain halnya kalau diatas pesawat terbang atau kereta api, boleh sholat wajib diatas kendaraan tersebut, karena kita tidak bisa mengendalikan kendaraan (pesawat terbang atau kereta api) tersebut. Tetapi bila kita yang menjadi kendali, maka hendaknya kita jaga. Yang boleh sholat diatas kendaraan adalah Sholat Sunnah.

13. Tidak ada Witir dua kali dalam satu malam

Dalam Hadits, yang diriwayatkan oleh Imaam Ahmad, Imaam Abu Daawud dll, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

« لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ »

“Tidak ada dua kali Witir dalam satu malam.”(Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1441)

Lalu para ‘Ulama memberikan solusi, bagi mereka yang sudah sholat Witir di awal malam, kemudian tertidur maka witirnya satu roka’at saja. Bila ternyata malam hari ia bisa bangun malam, maka Witirnya ditambah dua roka’at, sehingga dijumlah menjadi tiga roka’at.

14. Bila kita melakukan Qiyaamul Lail, maka Witir itu dilakukan kapan saja

عَائِشَةَ مَتَى كَانَ يُوتِرُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كُلَّ ذَلِكَ قَدْ فَعَلَ أَوْتَرَ أَوَّلَ اللَّيْلِ وَوَسَطَهُ وَآخِرَهُ وَلَكِنِ انْتَهَى وِتْرُهُ حِينَ مَاتَ إِلَى السَّحَرِ

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud dalam Sunannya no: 1437, dari ‘Aa’isya رضي الله عنها ketika ditanya kapan Rosuul melakukan Witir, maka beliau menjawab bahwa, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melakukan Witir di awal malam, kadang di tengah malam dan kadang di akhir malam. Tetapi waktunya berakhir sampai waktu Sahur (Hadits Riwayat Imaam Abu Daawu no: 1437)

Jadi boleh kapan saja.

15. Bila ada udzur, sehingga tidak bisa melakukan Qiyaamul Lail, maka diqodho

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa apabila suatu malam Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tertidur atau sakit, maka di siang harinya beliau melakukan sholat 12 roka’at. Maksudnya, itu adalah Qodho.

16. Tidak boleh meninggalkan sholat malam, kalau sudah terbiasa sholat malam

Dalam suatu Hadits, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pernah marah kepada salah seorang, karena melakukan hal yang demikian itu. Diriwayatkan oleh Imaam Muslim dan Imaam Al Bukhoory dari ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al ‘Ash رضي الله عنه, sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم :

عن عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لَا تَكُنْ مِثْلَ فُلَانٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ

“Jangan kamu seperti si Fulan, orang itu melakukan sholat malam, kemudian ia tinggalkan,.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1152 dari ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al ‘Ash رضي الله عنه)

Ada beberapa tips agar kita mudah bangun malam:

Pertama, kurangi atau putuskan maksiat

Orang yang terbiasa maksiat sulit untuk diajak benar. Karena dengan efek maksiat itu, ia akan melahirkan maksiat yang berikutnya. Maka putuskan maksiat, agar kita mudah taat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Efek dari maksiat itu antara lain adalah sulit untuk diajak taat. Badan ini berat rasanya untuk diajak ke jalan yang benar. Bila demikian, berarti kita masih sering berbuat maksiat. Maka hendaknya, tinggalkanlah maksiat tersebut.

Kedua, jangan bekerja yang terlalu berat di siang hari

Hendaknya kita bisa mengendalikan diri, bahwa mencari dunia janganlah sampai terkuras tenaga yang kita miliki, sehingga tidak bisa menggapai yang lebih baik. Sesungguhnya bagi orang yang beriman, apa yang Allooh سبحانه وتعالى janjikan dari Qiyaamul Lail lebih baik daripada apa yang kita dapatkan di siang hari. Tetapi karena kita umumnya masih cinta dengan yang sedikit dan tidak abadi, maka akan mengalahkan sesuatu yang hakiki dan banyak. Oleh karena itu ingatlah, jangan terlalu menguras tenaga di siang hari.

Ketiga, jangan makan menjelang tidur

Karena kalau makan menjelang tidur, dan makan itu menuntut minum. Kalau banyak minum, tidur pun menjadi nyenyak dan akhirnya, jangankan sholatullail, sholat shubuh pun bisa ketinggalan pula.

Keempat, berdo’alah sebelum tidur

Berdo’alah kepada Allooh سبحانه وتعالى : “Ya Allooh, aku ini adalah hamba-Mu yang lemah, jangan halangi diriku dalam kebajikan-Mu ya Allooh. Bangunkanlah aku di waktu malam agar dapat bermunajat pada-Mu.”

Insya Allooh, Allooh سبحانه وتعالى akan mengabulkan do’a kita dan Allooh سبحانه وتعالى akan membangunkan kita di waktu malam hari untuk qiyaamul lail.

TANYA JAWAB :

Pertanyaan:

Berkenaan dengan Adab yang ke-11 diatas, disebutkan bahwa penutup sholat malam adalah Witir. Tetapi pada Adab ke-14 diatas disebutkan juga bahwa Witir boleh dilakukan kapan saja di malam itu, didahulukan ataupun dikemudiankan. Sepertinya ada kontradiksi dalam keterangan tersebut, mohon penjelasannya.

Jawaban:

Tergantung kepada kelonggaran waktu dari masing-masing orang yang hendak menjalankannya. Witir boleh dilakukan pada awal malam hari. Misalnya, setelah selesai Sholat Isya dan Ba’diyatul Isya, lalu sholat Witir, lalu tidur. Atau ia selesai sholat Isya dan Ba’diyatul Isya, tidur dulu, lalu bangun malam dan sholat witir saja lalu tidur lagi, ini juga boleh. Atau ia bangun pada akhir malam (seperenam malam), kemudian ia Witir, kemudian berbaring lagi.Yang demikian itu pun boleh dilakukan. Seperti yang disebutkan pada Adab ke-11, bahwa Witir termasuk sholat yang terakhir.

Bahkan disebutkan bahwa Witir tidak boleh terulang, sehingga tidak ada pertentangan apa pun, karena sesuai dengan kelonggaran waktunya. Kalau memang bisa menyatu dengan sholat malam, maka itu boleh. Kalau mau Witir saja, itu juga boleh.

Intinya adalah: kembali kepada kemudahan yang dimiliki oleh masing-masing orang ketika malam tersebut.

Pertanyaan:

1. Dalam Hadits yang shohiih Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menganjurkan untuk melakukan tiga perkara, yaitu Sholat Dhuha, shoum tiga hari setiap bulan Hijriyah dan Sholat Witir sebelum tidur. Dalam riwayat yang lain oleh Imaam Al Bukhoory, ‘Aa’isyah رضي الله عنها menceritakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sholat malam 13 (tiga belas) roka’at termasuk Witir. Sepertinya beda dengan keterangan diatas, mohon penjelasannya.

2. Sholat Tahajjud dikatakan harus ikhlas. Bagaimana kalau kita punya hajat lalu berdoa sesuai dengan hajatnya itu, apakah lalu sholat Tahajjudnya menjadi tidak ikhlas karena ada tambahan doa hajat itu?

Jawaban:

1. Mengenai perbedaan bilangan (jumlah) roka’at 11 atau 13 roka’at, para ‘Ulama menjama’ (menggabungkan) diantara dalil-dalil itu. Yang mengatakan 11 roka’at, maksudnya ditinjau dari sisi sholat malam saja memang hanya 11 roka’at. Seperti yang diberitakan oleh ‘Aa’isyah رضي الله عنها (istri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) bahwa tidak pernah menambah roka’at dari 11 roka’at itu, baik di bulan Romadhon maupun diluar bulan Romadhon. Jadi di bulan Romadhon, jumlah roka’at sholat malam adalah 11 (sebelas) roka’at. Adapun seperti yang diceritakan oleh Ummu Salamah رضي الله عنها yaitu bahwa jumlah roka’at sholat malam Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah 13 (tiga belas) roka’at, para ‘Ulama menyampaikan seperti dalam Kutubul Fiqh, maknanya bahwa 13 roka’at itu tidak ada masalah, karena ada dua penjelasan sebagai berikut: Pertama, yaitu mengatakan hal itu dengan mengkategorikan sholat Ba’diyah Isya masuk kedalam sholat malam, sehingga sholat Ba’diyah Isya ditambah 11 roka’at maka jumlahnya pun menjadi 13 roka’at. Atau menurut ‘Ulama yang lain, bahwa yang dimaksud dengan angka 13 roka’at itu adalah 11 roka’at sholat malam, ditambah dengan 2 (dua) roka’at sholat sunnah ringan sebelum sholat malam (sebagaimana telah dijelaskan dalam Adab ke-6 diatas).

2. Kalau kita punya hajat lalu berdo’a dengan bahasa apa saja, silakan. Kalau do’a itu dibimbing dengan bahasa Arab, maka do’a itu adalah do’at yang Ma’tsuur sesuai dengan ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, biasanya do’a Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sifatnya menyeluruh dan pernah beliau berdo’a dengan detail sekali. Sehingga seperti ‘Aa’isyah رضي الله عنها misalnya memberitakan kepada kita bahwa Rosuululloo صلى الله عليه وسلم mengajarkannya dengan do’a berikut:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ مِنْهُ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ تَقْضِيهِ لِي خَيْرًا

“Ya Allooh, sesungguhnya aku bermohon kepada-Mu kebajikan yang dimohon oleh hamba-Mu dan Nabi-Mu Muhammad صلى الله عليه وسلم, dan aku bermohon kepada-Mu dari kejahatan yang hamba-Mu dan Nabi-Mu Muhammad صلى الله عليه وسلم berlindung kepada-Mu darinya. Ya Allooh sesungguhnya aku bermohon kepada-Mu surga dan apa saja yang mendekatkan aku kepadanya, baik berupa perkataan maupun amalan dan aku bermohon kepada-Mu agar Engkau menjadikan segala keputusan yang Engkau putuskan untukku adalah baik.”

“Kalau do’anya mendetail seperti itu, kami tidak bisa ya Rosuulullooh.” Maka sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Ada caranya agar kalian bisa mendapat seperti yang didapat oleh Rosuulmu, yaitu dengan do’a seperti ini:

“Ya Allooh, aku bermohon kepada-Mu apa saja yang diminta oleh Nabi-Mu Muhammad صلى الله عليه وسلم, ya Allooh aku berlindung kepada-Mu dari apa saja yang Nabi-Mu meminta perlindungan pada-Mu.” (Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 25063, kata Syaikh Syu’aib al Arnaa’uth sanadnya shohiih)

Begitulah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada kita. Intinya, do’a itu ibadah. Maka kalau kita punya hajat, berdo’alah kepada Allooh سبحانه وتعالى, yaitu yang disebut dengan Du’a Mas’alah. Karena ada dua macam do’a: Du’a Ibadah dan Du’a Mas’alah. Dengan syarat, berdo’anya didalam hati saat sedang sujud dalam sholat.

3. Mengenai tiga anjuran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu adalah wasiat beliau kepada Abu Hurairoh رضي الله عنه. Karena tahu benar siapa orang yang akan diberi wasiat. Abu Hurairoh رضي الله عنه adalah salah seorang shohabat yang mulazim ta’ammun li rosuul (Orang yang selalu bersama Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kemana saja beliau pergi). Malam hari, Abu Hurairoh رضي الله عنه tidak tidur, melainkan membaca Al Qur’an, menela’ah apa yang didapatkan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan sebagainya. Maka ada kemungkinan ia kecapaian, lelah. Maka, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berwasiat kepada Abu Huraioroh رضي الله عنه agar ia Witir sebelum tidur. Karena beliau صلى الله عليه وسلم khawatir Abu Hurairoh رضي الله عنه ini tidak bisa bangun malam. Maka, kalau kita khawatir tidak bisa bangun malam, sholat Witir lah, sesuai dengan Hadits yang dimaksud.

Pertanyaan:

1. Kapankah saat batas akhir sholat malam?

2. Ketika kita hendak sholat malam beserta keluarga, berjama’ah, lalu bagaimana bila kita hendak melakukan sholat sunnah ringan (pendahuluan) yang dua roka’at sebelum sholat malam; apakah itu dilakukan berjama’ah juga atau masing-masing?

Jawaban:

1. Batas akhir sholat malam adalah saat Shubuh. Dalilnya sama dengan dalil ketika shoum Romadhoon.

2. Sholat sunnah ringan sebelum sholat malam, dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga.

Pertanyaan:

Mandi malam apakah disunnahkan?

Jawaban:

Untuk apa mandi malam? Tidak ada ajaran tentang mandi malam. Mandi ada dua macam, yaitu mandi ibadah dan mandi adat (kebiasaan). Mandi junub, mandi untuk sholat Jum’at, atau mandi selesai memandikan jenazah, adalah mandi ibadah. Sedangkan mandi biasa yaitu mandi di pagi hari dan sore hari adalah mandi adat (kebiasaan).

Pertanyaan:

Membaca Mushaf kecil Al Qur’an pada saat sholat malam, apakah diperbolehkan?

Jawaban:

Para ‘Ulama mem-fatwakan bahwa sholat itu hendaknya dengan:
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ

Karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Muzzammil ayat 20:

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ

Artinya:

“... maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an…”

Sedangkan bila sholat sambil membawa mushaf Al Qur’an akan sulit dan menyulitkan. Artinya tidaklah dibenarkan ketika sholat lalu membaca dari mushaf Al Qur’an. Karena lalu ada gerakan membuka dan menutup mushaf Al Qur’an yang mana hal itu menjadikan sholat tidak khusyu’ dsb.

Pertanyaan:

Bagaiman Witir yang benar, apakah tiga roka’at langsung satu salam, ataukah dua roka’at salam, lalu ditambah satu roka’at salam?

Jawaban:

Sholat Witir ada beberapa macam. Dua roka’at dulu lalu salam, lalu tambah satu roka’at salam, ini benar. Langsung tiga roka’at lalu salam, ini juga benar. Jadi dua-duanya benar. Yang tidak boleh adalah: Dua roka’at lalu duduk tahiyyat awwal, lalu bangun satu roka’at lagi lalu tasyahud akhir, lalu salam. Ini yang tidak boleh, karena menyerupai sholat Maghrib. Dan ini dilarang.

Pertanyaan:

Di bulan Romadhoon, dimana sudah sholat Taroowih, apakah boleh lalu sholat Tahajud?

Jawaban:

Tidak boleh. Sholat Taroowih itu artinya Tahajud. Sholat Tahajud sama dengan sholat Taroowih. Hanya, sholat Taroowih bulan Romadhon dilakukan dengan dengan sholat Isya, karena bila dilakukan disaat tengah malam sebagaimana yang dilakukan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka akan memberatkan orang, jama’ah kita tidak akan mau datang berjama’ah. Karena orang itu kualitas keimanannya berbeda-beda, umumnya kalau sudah tidur, sulit untuk bangun malam lalu Taroowih. Akhirnya lalu orang malah tidak bergairah untuk sholat Taroowih. Maka dari itu, sholat Taroowih lalu dimajukan waktunya mendekati sholat Isya, agar banyak kaum muslimin yang lalu mendapat kebajikan dari sholat Taroowih itu. Hikmahnya, lalu banyak kaum muslimin yang ikut memakmurkannya, dan mendapatkan pahala kebajikannya. Sedangkan kalau dibuat di tengah malam atau di akhir malam, orang akan malas dan sulit untuk diajak ikut sholat malam (Taroowih).

Pertanyaan:

Apakah sholat Tahajud itu harus dilakukan dengan tidur terlebih dahulu?

Jawaban:

Secara Sunnah memang benar, dilakukan setelah terlebih dahulu tidur. Kalau dilakukan sebelum tidur, maka ia bukan termasuk Tahajud, walaupun termasuk dalam kategori Sholatullail.

Pertanyaan:

Dalam sholat malam, setelah kita sholat lalu makan dan minum, apakah perlu berwudhu lagi?

Jawaban:

Tidak perlu. Karena makan dan minum tidaklah termasuk perkara yang membatalkan wudhu. Asalkan rasa pedas, asin dan manisnya sudah hilang ketika hendak sholat. Yakinkan, ketika sholat tidak terganggu dengan makanan dan minuman itu.

Pertanyaan:

Dalam sholat, ketika roka’at pertama atau kedua, selesai Al Faatihah, apakah boleh membaca lebih dari satu surat, misalnya Al Kaafirun dan surat lainnya?

Jawaban:

Boleh. Sunnahnya adalah: bacaan surat pada roka’at kedua lebih ringan daripada ketika pada roka’at pertama. Pada roka’at pertama, suratnya agak panjang dan pada roka’at kedua bacaan suratnya lebih pendek.

Pertanyaan:

Apakah pada setiap memulai roka’at pertama sholat malam kita membaca do’a Iftitah?

Jawaban:

Benar, memang sunnahnya demikian. Kalau tidak melakukannya, juga tidak membatalkan sholatnya. Hanya saja tidak melakukan keutamaan dalam sholat.

Pertanyaan:

Tentang arah Kiblat. Ketika kita sholat di Jakarta, apakah arah Kiblatnya agak serong ke kanan sedikit, atau lurus kearah barat?

Jawaban:

Benar, kalau ditarik garis lurus ke barat, memang tidak akan bertemu arah Mekkah. Oleh karenanya, ada yang namanya Kompas Petunjuk Kiblat. Untuk daerah Jakarta, dalam kompas itu arah Mekkah (Ka’bah) adalah ke arah barat, serong 8 derajat ke utara. Kalau arahnya tidak benar, agak geser satu derajat saja, maka arahnya bisa menjadi tidak tepat, bukan menuju kearah Ka’bah. Maka harus digunakan kompas agar tepat arahnya. Karena yang demikian itu, ikut menentukan sah dan tidaknya sholat kita.

Pertanyaan:

Adakah Sholat Taubat?

Jawaban:

Itu namanya saja sholat Taubat. Tetapi asalnya, adalah Hadits Abu Bakar Ash Shiddiq رضي الله عنه dimana beliau mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

أيما عبد أذنب ذنبا ثم توضأ فأحسن الوضوء ثم قام فصلى ثم استغفر الله إلا غفر له ثم قرأ {وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ


“Siapa saja seorang hamba Allooh berbuat dosa, kemudian ia berwudhu dengan sebaik-baiknya, kemudian bangun lalu sholat dan setelah itu membaca do’a “Astaghfirullooh” (yang artinya: ‘Aku bermohon pengampunan Allooh’), kecuali dia akan diampuni, kemudian Rosuul membaca surat Ali ‘Imroon ayat 135.” (Dikeluarkan oleh Dhiyaa’ul Maqdisy dalam Al Ahaadiitsul Mukhtaaroh no: 10 dan sanadnya shohih)

Dahulunya itu tidak disebutkan sebagai Sholat Taubat, lalu apa nama sholat itu? Maka di zaman sekarang dinamakanlah sebagai Sholat Taubat, padahal asalnya adalah Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagaimana disebutkan diatas.

Pertanyaan:

Apakah sholat Wustha? Kapan dikerjakan dan berapa roka’at?

Jawaban:
Yang disebut dengan Sholat Wustha adalah seperti dikatakan para ‘Ulama adalah termasuk sholatullail. Kapan dan berapa roka’at, sudah dijelaskan yakni seperti sholat malam.

Pertanyaan:

Disebutkan diatas bahwa sholat malam berjama’ah dengan keluarga. Apakah sifat berjama’ah ini bisa kita lakukan dengan banyak orang, meskipun tidak ada hubungan keluarga?

Jawaban:

Boleh. Tetapi sholat itu jangan dijadikan sarana untuk mempolitisir atau konsolidasi suatu kepentingan lain. Karena, di zaman sekarang ini ada sholat malam berjama’ah dengan maksud-maksud politik, untuk mengkoordinir, mengkonsolidasi dan sebagainya. Yang demikian itu tidak boleh, karena sholat yang demikian akan menjadi Bid’ah.

Pertanyaan:

Bagaimana cara Niat untuk sholat-sholat yang sudah dijelaskan diatas?

Jawaban:

Niat itu penting. Karena seperti yang disabdakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم :

إِنَّمَا(7) الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Seseorang itu akan mendapatkan apa yang ia niatkan”. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1)

Berkenaan dengan sholat, bahwa niat itulah yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan). Misalnya, makan itu adat, maka akan menjadi ibadah kalau diniatkan ibadah yaitu dengan membaca Bismillah sebelum makan. Tidur adalah adat (kebiasaan), akan menjadi ibadah kalau sebelum tidur berdo’a: “Ya Allooh, jadikanlah tidurku ini istirahat, mudah-mudahan esok hari akau menjadi lebih gigih beribadah kepada-Mu”, maka tidur itu pun menjadi ibadah.

Cara Niat adalah dalam hati. Menurut para ‘Ulama, Niat adalah menyengaja untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya, kita hendak sholat Dhuha, maka niatnya adalah dalam hati: “Ya Allooh, aku niat sholat Dhuha.” Tidak usah dilafazkan dengan lisan. Niat sholat itu cukup didalam hati. Ketika Takbirotul Ihrom itu sudah sambil niat. Niatnya bersamaan dengan Takbirotul Ihrom.

Alhamdulillah, kita akhiri bahasan kita, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Tidak ada komentar:

Posting Komentar